Kresna
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
| Kresna | |
|---|---|
| Awatara Wisnu sebagai putra kedelapan Basudewa dari Dinasti Yadu. Tuhan Yang Mahakuasa dalam perguruan Gaudiya Waisnawa. | |
| Ejaan Dewanagari | कृष्ण |
| Ejaan IAST | kṛṣṇa |
| Nama lain | Acyuta; Basudewa; Bagawan; Gopala; Gowinda; Hari; Kesawa; Madawa; Narayana; Wisnu; dan lain-lain. |
| Golongan | Dewa, Awatara Wisnu |
| Senjata | Cakra Sudarsana |
| Wahana | Garuda |
| Pasangan | Radha, Rukmini, Satyabama, Jambawati, dan 16.104 istri lainnya |
| Mantra | ॐ नमो भगवते वासुदेवाय Om Namo Bhagavate Vāsudevāya |
Kresna (Dewanagari: कृष्ण; IAST: kṛṣṇa; dibaca [ˈkr̩ʂɳə]) adalah salah satu dewa yang dipuja oleh umat Hindu, berwujud pria berkulit gelap atau biru tua, memakai dhoti kuning dan mahkota yang dihiasi bulu merak. Dalam seni lukis dan arca, umumnya ia digambarkan sedang bermain seruling sambil berdiri dengan kaki yang ditekuk ke samping. Legenda Hindu dalam kitab Purana dan Mahabharata menyatakan bahwa ia adalah putra kedelapan Basudewa dan Dewaki, bangsawan dari kerajaan Surasena, kerajaan mitologis di India Utara. Secara umum, ia dipuja sebagai awatara (inkarnasi) Dewa Wisnu kedelapan di antara sepuluh awatara Wisnu. Dalam beberapa tradisi perguruan Hindu, misalnya Gaudiya Waisnawa, ia dianggap sebagai manifestasi dari kebenaran mutlak, atau perwujudan Tuhan itu sendiri,[1] dan dalam tafsiran kitab-kitab yang mengatasnamakan Wisnu atau Kresna, misalnya Bhagawatapurana, ia dimuliakan sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.[2] Dalam Bhagawatapurana, ia digambarkan sebagai sosok penggembala muda yang mahir bermain seruling, sedangkan dalam wiracarita Mahabharata ia dikenal sebagai sosok pemimpin yang bijaksana, sakti, dan berwibawa. Selain itu ia dikenal pula sebagai tokoh yang memberikan ajaran filosofis, dan umat Hindu meyakini Bhagawadgita sebagai kitab yang memuat kotbah Kresna kepada Arjuna tentang ilmu rohani.
Kisah-kisah mengenai Kresna muncul secara luas di berbagai ruang lingkup agama Hindu, baik dalam tradisi filosofis maupun teologis.[3] Berbagai tradisi menggambarkannya dalam berbagai sudut pandang: sebagai dewa kanak-kanak, tukang kelakar, pahlawan sakti, dan Yang Mahakuasa.[4] Kehidupan Kresna dibahas dalam beberapa susastra Hindu, yaitu Mahabharata, Hariwangsa, Bhagawatapurana, dan Wisnupurana.
Pemujaan terhadap dewa atau pahlawan yang disebut Kresna—dalam wujud Basudewa, Balakresna atau Gopala—dapat ditelusuri sampai awal abad ke-4 SM. Pemujaan Kresna sebagai Swayam Bhagawan, atau Tuhan Yang Mahakuasa, yang dikenal sebagai Kresnaisme, muncul pada Abad Pertengahan dalam situasi Gerakan Bhakti. Dari abad ke-10 M, Kresna menjadi subjek favorit dalam seni pertunjukan. Tradisi pemujaan di masing-masing daerah mengembangkan berbagai macam wujud/aspek Kresna seperti Jagadnata di Orissa, Witoba di Maharashtra dan Shrinathji di Rajasthan. Sekte Gaudiya Waisnawa yang terpusat pada pemujaan kepada Kresna didirikan pada abad ke-16, dan sejak tahun 1960-an juga telah menyebar di Dunia Barat, sebagian besar disebabkan oleh organisasi Masyarakat Internasional Kesadaran Kresna (International Society for Krishna Consciousness - ISKCON).[5]
Penggambaran
Kresna dapat dikenali secara mudah dengan mengamati atribut-atributnya. Dalam wujud arca, Kresna digambarkan berkulit hitam atau gelap, atau bahkan putih. Dalam budaya pewayangan Jawa, Kresna digambarkan berkulit hitam, sedangkan di Bali, ia digambarkan berkulit hijau. Dalam penggambaran umum misalnya lukisan modern, Kresna biasanya digambarkan sebagai pemuda berkulit biru. Warna hitam merupakan warna Dewa Wisnu menurut konsep Nawa Dewata, sedangkan biru melambangkan keberanian, kebulatan tekad, pikiran yang mantap dalam menghadapi situasi sulit, serta kesadaran yang sempurna.[9][10] Warna biru juga melambangkan langit dan laut, masing-masing bermakna luas dan dalam yang membentuk suatu ketidakterbatasan, sama halnya seperti Wisnu.[11]
Dia seringkali tampil dengan dhoti (semacam kemben) berbahan sutra berwarna kuning, melambangkan cahaya yang melenyapkan kegelapan.[11] Kepalanya dihiasi mahkota dengan bulu merak, melambangkan galaksi berwarna-warni dalam kegelapan,[11] atau pusat energi di atas indria.[12] Penggambaran umum biasanya menampilkannya sebagai anak kecil, atau seorang lelaki dalam gaya santai, sedang memainkan seruling.[13][14] Dalam wujud ini, ia biasanya ditampilkan berdiri dengan kaki yang ditekuk ke samping. Kadangkala ditemani para sapi, menegaskan posisinya sebagai penggembala ilahi (Govinda). Dalam agama Hindu, sapi dianggap suci karena melambangkan Ibu Pertiwi.[9]
Patung Kresna di Singapura yang menggambarkan adegan dalam Mahabharata, ketika ia menunjukkan wujud aslinya kepada Arjuna, sesaat sebelum perang di Kurukshetra dimulai.
Peran Kresna sebagai kusir kereta Arjuna di medan perang Kurukshetra, seperti yang tergambar dalam wiracarita Mahabharata, adalah subjek umum lain dalam penggambaran Kresna. Dalam hal ini, ia ditampilkan sebagai sosok pria, seringkali dengan karakteristik dewa-dewi dalam kesenian Hindu, misalnya banyak lengan maupun kepala, dan dengan atribut Wisnu, misalnya cakra. Sebagai seorang kusir biasa, ia ditampilkan dengan dua lengan. Lukisan gua dari masa 800 SM di Mirzapur, Uttar Pradesh, India Utara, yang menampilkan pertempuran kusir-kusir kereta kuda, salah satu di antaranya tampak akan melemparkan cakram yang kemungkinan besar dapat dikenali sebagai Kresna.[15]
Penggambaran dalam kuil seringkali menampilkan Kresna sebagai seorang pria yang berdiri tegak, dalam gaya formal. Dapat ditampilkan sendirian, dapat pula dengan figur terkait dengannya:[16] Balarama (Baladewa — kakaknya) dan Subadra (saudari tirinya), atau istrinya yang utama yaitu Rukmini dan Satyabama.
Seringkali Kresna digambarkan bersama dengan kekasihnya dari kaum gopi (wanita pemerah susu), Radha. Sekte Waisnawa di Manipur tidak memuja Kresna saja, tetapi juga aspeknya sebagai Radha Krishna,[17] kombinasi antara Kresna dan Radha. Hal ini juga merupakan karakteristik dari aliran Rudra Sampradaya[18] dan Nimbarka sampradaya,[19] demikian pula aliran kepercayaan Swaminarayan. Tradisi tersebut memuliakan Radha Ramana, yang dipandang oleh pengikut Gaudiya sebagai wujud Radha Krishna.[20]
Kresna juga digambarkan dan dipuja sebagai anak kecil (Balakresna), dengan posisi merangkak atau menari, biasanya dengan mentega di tangannya.[21][22] Perbedaan di masing-masing daerah tentang penggambaran Kresna dapat teramati dalam wujudnya yang bermacam-macam, misalnya Jagadnata di Orissa, Witoba di Maharashtra[23] dan Shrinathji di Rajasthan.
Kehidupan
Riwayat Kresna dapat disimak dalam kitab Mahabharata, Hariwangsa, Bhagawatapurana, Brahmawaiwartapurana, dan Wisnupurana. Latar belakang kehidupan Kresna pada masa kanak-kanak dan remaja adalah India Utara, yang mana sekarang merupakan wilayah negara bagian Uttar Pradesh, Bihar, Haryana, sementara lokasi kehidupannya sebagai pangeran di Dwaraka sekarang dikenal sebagai
negara bagian Gujarat.
Kelahiran
Lukisan Basudewa menyeberangi sungai Yamuna untuk menyelundupkan Kresna ke Gokula, dibuat sekitar abad ke-18, dari Himachal Pradesh, India.
Menurut kepercayaan tradisional yang berdasarkan data-data dalam sastra dan perhitungan astronomi Hindu, hari kelahiran Kresna yang dikenal sebagai Janmashtami,[36] jatuh pada tanggal 19 Juli tahun 3228 SM.[37][38]
Menurut Itihasa (wiracarita Hindu) dan Purana (mitologi Hindu), Kresna merupakan anggota keluarga bangsawan di Mathura, ibukota kerajaan Surasena di India Utara (kini kawasan Uttar Pradesh). Ia terlahir sebagai putra kedelapan Basudewa (putra Raja Surasena) dan Dewaki (keponakan Raja Ugrasena). Orang tuanya termasuk kaum Yadawa atau keturunan Yadu, putra raja legendaris Yayati. Raja Kangsa, kakak sepupu Dewaki,[39] mewarisi tahta setelah menjebloskan ayahnya sendiri ke penjara, yaitu Ugrasena. Pada suatu ketika, ia mendengar ramalan yang menyatakan bahwa ia akan mati di tangan salah satu putra Dewaki. Karena mencemaskan nasibnya, ia mencoba membunuh Dewaki, namun Basudewa mencegahnya. Basudewa menyatakan bahwa mereka bersedia dikurung dan berjanji akan menyerahkan setiap putra mereka yang baru lahir untuk dibunuh. Setelah enam putra pertamanya terbunuh, dan Dewaki kehilangan putra ketujuhnya, maka lahirlah Kresna. Karena hidup Kresna terancam bahaya, maka ia diselundupkan keluar penjara oleh Basudewa dan dititipkan pada Nanda dan Yasoda, sahabat Basudewa di Vrindavan. Dua saudaranya yang lain juga selamat yaitu, Baladewa alias Balarama (putra ketujuh Dewaki, dipindahkan secara ajaib ke janin Rohini, istri pertama Basudewa) dan Subadra (putra dari Basudewa dan Rohini yang lahir setelah Baladewa dan Kresna).
Menurut kitab Bhagawatapurana, Kresna lahir tanpa hubungan seksual, melainkan melalui "transmisi mental" dari pikiran Basudewa ke rahim Dewaki. Umat Hindu meyakini bahwa pada masa itu, jenis ikatan tersebut dapat dilakukan oleh makhluk-makhluk yang mencapainya.[36][40][41] Tempat yang dipercaya oleh para pemujanya untuk memperingati hari kelahiran Kresna kini dikenal sebagai Krishnajanmabhumi, dimana sebuah kuil didirikan untuk memberi penghormatan kepadanya.
Masa kanak-kanak dan remaja
Lukisan Kresna mengangkat bukit Gowardhana, karya Shahadin dari India, dibuat sekitar akhir abad ke-17.
Kresna dibesarkan oleh Nanda dan Yasoda, anggota komunitas penggembala sapi yang ada di Vrindavana. Kisah masa kanak-kanak dan remaja Kresna menceritakan bagaimana ia menjadi seorang penggembala sapi,[42] tingkah nakalnya sebagai makhan chor (pencuri mentega), kegagalan Kangsa dalam membunuhnya, dan perannya sebagai pelindung rakyat Vrindavana. Pada masa kecilnya, Kresna telah melakukan berbagai hal yang menakjubkan. Ia membunuh berbagai raksasa—di antaranya Putana (raksasa wanita), Kesi (raksasa kuda), Agasura (raksasa ular)—yang diutus oleh Kangsa untuk membunuh Kresna. Ia juga menjinakkan naga Kaliya, yang telah meracuni air sungai Yamuna dan menewaskan banyak penggembala. Dalam kesenian Hindu, seringkali Kresna digambarkan sedang menari di atas kepala naga Kaliya yang bertudung banyak. Jejak kaki Kresna memberi perlindungan kepada Kaliya sehingga Garuda—musuh para naga—tidak akan berani menganggunya.
Kresna dipercaya mampu mengangkat bukit Gowardhana untuk melindungi penduduk Vrindavana dari tindakan Indra, pemimpin para dewa yang semena-mena dan mencegah kerusakan lahan hijau Gowardhana. Indra dianggap sudah terlalu besar hati dan marah ketika Kresna menyarankan rakyat Vrindavana untuk merawat hewan dan lingkungan yang telah menyediakan semua kebutuhan mereka, daripada menyembah Indra setiap tahun dengan menghabiskan sumber daya mereka.[43][44] Gerakan spiritual yang dimulai oleh Kresna memiliki sesuatu di dalamnya yang melawan bentuk ortodoks penyembahan dewa-dewa Weda seperti Indra.[45]
Kisah permainannya dengan para gopi (wanita pemerah susu) di Vrindavana, khususnya Radha (putri Wresabanu, salah seorang penduduk asli Vrindavana) dikenal sebagai Rasa lila dan diromantisir dalam puisi karya Jayadeva, penulis Gita Govinda. Hal ini menjadi bagian penting dalam perkembangan tradisi bhakti Kresna yang memuja Radha Krishna.[46]
Sang Pangeran
Kresna beserta Baladewa yang masih muda diundang ke Mathura untuk mengikuti pertandingan gulat yang diselenggarakan Kangsa. Tujuan sebenarnya adalah membunuh Kresna dengan dalih pertandingan gulat. Setelah mengalahkan para pegulat Kangsa, Kresna menggulingkan kekuasaan Kangsa sekaligus membunuhnya. Kresna menyerahkan tahta kepada ayah Kangsa, Ugrasena, sebagai raja para Yadawa. Ia juga membebaskan ayah dan ibunya yang dikurung oleh Kangsa. Kemudian ia sendiri menjadi pangeran di kerajaan tersebut.
Kunti—bibi Kresna—menikah dengan Pandu dari kerajaan Kuru dan memiliki tiga putra. Beserta dua putra dari Madri—istri kedua Pandu—kelima putra Pandu disebut Pandawa. Maka dari itu Kresna memiliki hubungan keluarga dengan para Pandawa, dan memiliki hubungan yang istimewa dengan Arjuna, salah satu Pandawa.
Sebelum berdirinya kerajaan Dwaraka, kota Mathura—kediaman keluarga Kresna (Yadawa)—diserbu oleh Jarasanda, Raja Magadha karena dendam pribadi. Penyerbuan tersebut berhasil diredam berkali-kali, namun Jarasanda tidak menyerah. Kemudian Jarasanda dibantu oleh Kalayawana, yang memiliki dendam pribadi terhadap klan Yadawa. Persekutuan tersebut memaksa Kresna mengungsikan para Yadawa ke suatu wilayah di India Barat yang menghadap Laut Arab (pada masa sekarang disebut Gujarat) dan mendirikan sebuah kerajaan di sana, bernama kerajaan Dwaraka[47] (secara harfiah berarti "kota banyak gerbang").[48] Setelah Dwaraka didirikan, Kresna mengalahkan Kalayawana dengan suatu jebakan.
Kresna menikahi Rukmini, putri dari kerajaan Widarbha, dengan cara kawin lari. Di tempat lain, Sisupala, sepupu Kresna yang berencana melamar Rukmini menjadi kecewa setelah mengetahui berita tersebut sehingga ia membenci Kresna. Dari pernikahannya dengan Rukmini, Kresna memiliki putra bernama Pradyumna.
Permata Syamantaka
Pada suatu ketika, Satrajit, kerabat jauh Kresna menerima permata Syamantaka dari Dewa Surya. Kresna menyarankan agar permata itu diserahkan kepada Ugrasena—raja kaum Yadawa—namun Satrajit menolaknya. Prasena, saudara Satrajit membawa permata itu saat berburu dan tidak pernah kembali lagi. Satrajit menuduh Kresna telah membunuh Prasena karena menginginkan permata itu. Untuk membersihkan nama baiknya, Kresna melacak jejak Prasena. Akhirnya ia mendapati bahwa Prasena telah dibunuh seekor hewan buas, dan permata Syamantaka tidak ditemukan pada jenazahnya. Ia mengikuti jejak hewan yang membunuh Prasena, hingga mendapati bangkai seekor singa. Ia tidak menemukan permata Syamantaka ada pada bangkai tersebut. Akhirnya ia mengikuti jejak pembunuh singa tersebut, dan sampai di kediaman seekor beruang bernama Jembawan. Di tempat tersebut ia mendapati bahwa permata Syamantaka tersimpan di sana.
Kresna meminta Jembawan menyerahkan permata Syamantaka, namun permintaannya ditolak sehingga mereka berkelahi. Setelah Jembawan menyadari siapa sesungguhnya Kresna, ia menyerah dan menjelaskan bahwa ia mendapatkan permata itu dari seekor singa. Ia pun menyerahkan permata Syamantaka beserta putrinya yang bernama Jambawati untuk dinikahi Kresna. Setelah Kresna kembali dari penyelidikannya, dan menyerahkan Syamantaka kepada Satrajit, maka Satrajit merasa malu karena sudah berprasangka buruk terhadap Kresna. Untuk memperbaiki hubungan di antara mereka, ia menikahkan putrinya yang bernama Satyabama kepada Kresna.
Para istri Kresna
Dalam kitab Bhagawatapurana diceritakan bahwa Narakasura dari kerajaan Pragjyotisha mengalahkan Indra, pemimpin para dewa. Indra mengadukan hal tersebut kepada Kresna sehingga Kresna menyerbu Pragjyotisha dengan angkatan perangnya. Kresna berhasil mengalahkan Narakasura dan membebaskan 16.100 putri yang ditawan oleh Narakasura. Menurut kitab Bhagawatapurana, Kresna menikahi 16.108 putri,[49][50] dan delapan di antaranya adalah yang terkemuka dan disebut dengan istilah Ashta Bharya — yaitu Rukmini, Satyabama, Jambawati, Kalindi, Mitrawrinda, Nagnajiti, Badra dan Laksana.[51][52] Kresna menikahi 16.100 putri lainnya, yang merupakan tawanan raksasa Narakasura, untuk mengembalikan kehormatan mereka. Kresna berjasa karena membunuh raksasa tersebut dan membebaskan mereka. Menurut adat sosial yang ketat pada masa itu, seluruh wanita tawanan memiliki martabat rendah, dan tidak memungkinkan untuk menikah, karena mereka di bawah kendali Narakasura. Akan tetapi Kresna menikahi mereka untuk mengembalikan status mereka di masyarakat. Pernikahan dengan 16.100 putri tawanan tersebut kurang lebih merupakan rehabilitasi wanita massal.[53] Dalam tradisi Waisnawa, dipercaya bahwa para istri Kresna merupakan manifestasi Dewi Laksmi—pasangan Dewa Wisnu—atau merupakan jiwa istimewa yang melewati kualifikasi setelah menghabiskan banyak masa hidup dalam tapasya, sedangkan Satyabama, merupakan ekspansi dari Radha.[54
0 komentar:
Posting Komentar